Feed on
Posts
Comments

Siaran BFC 90.4 Cosmopolitan FM – 10 Februari 2009

Secret

  • Kualitas hubungan cinta tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak kita mampu menumpuk rasa senang dan bahagia bersama saja, namun juga bagaimana kita bisa saling merawat satu sama lain ketika muncul masa-masa sulit, konflik dan stres. Dan dalam masa-masa seperti ini jugalah, pertumbuhan jiwa masing-masing terjadi dengan alamiah
  • Bertumbuh di masa sulit ini sangat tergantung dari bagaimana tiap individu untuk menyembuhkan ketakutan, reaksi hati dan trauma masa lampau masing-masing. Dan sebagai pasangan, kita terkadang perlu memainkan peran ‘terapis’ kepada pasangan cinta, agar dia mampu mengatasi hambatan hati yang mencegahnya untuk menikmati kebersamaan yang melegakan.
  • Setelah bisa melatih kesadaran cinta dengan cara meluangkan waktu dengan sengaja, teratur dan penuh perhatian, marilah kita memperdalam lebih lanjut kualitas hubungan cinta dengan hadiah kedua yaitu MENDENGARKAN SAJA SEPENUH HATI.

4 hambatan terbesar dalam MENDENGARKAN SAJA SEPENUH HATI adalah:

  • Kita sulit MENDENGAR SAJA karena merasa KITA HARUS memberi komentar, pendapat, saran bahkan solusi. Sebenarnya hampir setiap komentar, pendapat, saran bahkan solusi justru mengganggu pasangan berbicara kita untuk memperoleh kejernihan. Guru saya, Dharma, pernah berkata, hanya 1 dari 100 saran/opini/anjuran kita yang benar-benar efektif bagi penerimanya. Dengan mendengar saja sepenuh hati, pasangan berbicara kita berkesempatan untuk mengungkap isi batinnya dengan jelas, jujur dan lengkap. Dan totalitas pengungkapan ini akan melahirkan kesadaran yang jernih dalam dirinya, sehingga pada akhirnya dia akan menemukan saran / jawaban terbaik dari dalam dirinya
  • Kita lebih sulit untuk bisa hadir dengan hati yang lapang dan posisi yang netral ketika pihak yang sedang mengungkap isi hati dan masalahnya, adalah orang yang kita cintai dan pedulikan. Ini terjadi pada hampir semua orang, netralitas dan kehadiran yang tidak mengintervensi sangatlah sulit dilakukan pada orang terdekat yang kita kasihi. Justru karena sulit itulah, ini menjadi latihan kesadaran cinta yang begitu baik bagi hubungan kita.
  • Kita merasa harus menolong atau menyelamatkan orang lain. Hidup datang dalam bentuk pelajaran yang porsinya sudah ditakar sesuai kebutuhan jiwa setiap manusia. Dan terkadang memang proses belajar dalam hidup itu, harus melalui jalan yang sulit, berat, gelap, bahkan salah. Sadarilah bahwa bukanlah tugas Anda untuk mengubah atau memperbaiki atau menyelamatkan orang lain, tugas Anda sebenarnya hanya hadir, mendengarkan dan mendampingi mereka agar mampu menemukan jawaban dalam nurani mereka masing-masing. Dan bilamana Anda sulit untuk menerima kenyataan ini, tengoklah ke dalam hati, dan sembuhkan hambatan dalam diri untuk bisa menghayati hal ini dalam keseharian, sedikit demi sedikit sudah cukup
  • Kita belum tahu keajaiban yang luar biasa di balik MENDENGAR SAJA. Akibat kebiasaan dan pola pikir sebelumnya, ketika berhadapan dengan keluh kesah orang lain, kita lebih suka mengambil posisi ‘berbicara’ ketimbang ‘mendengar’. Kita belum pernah, secara sengaja dan teratur, bereksperimen dalam hidup ini tentang kekuatan ajaib MENDENGARKAN SAJA. Selama 20 tahun terakhir, saya belajar puluhan teknik terapi untuk menolong orang lain, dan terkejut luar biasa karena ternyata pelajaran teknik penyembuhan tersebut jarang sekali dibutuhkan karena ternyata hasil penyembuhan yang ajaib dan sebanding bisa diperoleh dengan pendekatan yang begitu sederhana, yaitu mendengarkan saja sepenuh hati.

Berikut ini adalah beberapa teknik latihan menuju keajaiban MENDENGARKAN SAJA SEPENUH HATI. Luangkan waktu berlatih setiap tahap selama 1 minggu, agar pondasi ketrampilan Anda cukup matang sebelum bergerak ke tahap latihan selanjutnya.

Tahap 1: Hadir Penuh Perhatian & Bernapas
Tahap pertama ini adalah tahapan belajar yang tersulit, bila Anda bisa alami sepenuhnya, maka tahap-tahap berikut justru semakin mudah. Namun bila Anda belum bisa mendengarkan sepenuhnya, maka mempelajari tahap berikut justru akan mengurangi ‘keajaiban’ mendengar Anda.
Begini cara berlatihnya: setiap kali ada kesempatan untuk mendengar, hadirlah dengan perhatian penuh pada pasangan berbicara Anda. Anda tidak perlu mengikuti refleks dalam diri untuk berkomentar, beropini maupun memberikan saran dan solusi. Setiap kali Anda menjadi tegang, atau kurang nyaman, perlahan-lahan rasakan 1 hirupan dan 1 hembusan napas Anda, lalu kembali perhatikan pasangan berbicara dengan sepenuh hati.

Tahap 2: Angguk, Gumam & ‘Iya’
Setelah mulai bisa mengalami keajaiban ‘sekedar hadir dan mendengar saja’, kita akan mempermudah proses mendengar dengan tambahan teknik berikut: sesekali sisipkanlah anggukan, gumaman lembut atau kata ‘iya’, ketika pasangan Anda sedang berkomunikasi. Takaran yang dominan dalam perhatian Anda tetap pada sekadar hadir penuh perhatian dan bernapas, namun sisipan ini akan membantu proses mendengar terjadi lebih natural. Pasangan berbicara Anda pun akan mendapat momentum untuk menuntaskan ungkapan hatinya, tanpa terganggu oleh ‘tersedak’nya komunikasi akibat pendapat, saran dan solusi yang biasa kita sisipkan.

Tahap 3: Repeating / mengulang
Dalam setiap percakapan, ada ritme dan momentum yang kita bisa rasakan sebagai pendengar. Jika Anda merasakan bahwa pasangan berbicara tiba di momentum berhenti, atau hampir berhenti dalam mengungkapkan dirinya, coba lakukan REPEATING, yaitu mengulang sebuah kata / penggalan kalimat darinya yang Anda ucapkan kembali persis sama. Misalnya pembicara berhenti di kalimat, “Saya benar-benar bingung dan tidak tahu harus bagaimana lagi (berhenti…)”. Anda bisa mengulang dengan “Bingung?”, lalu perhatikan bagaimana pengulangan tersebut akan membuat pembicara menggali semakin dalam ke hatinya dan mengungkapkan lebih lanjut masalahnya secara tuntas.

Tahap 4: Bertanya
Ini adalah tahap terakhir yang intinya adalah mengajukan pertanyaan yang (1) sederhana dan tidak rumit untuk dijawab, (2) dekat dengan inti pembicaraan. Saat pengajuan pertanyaan juga sama dengan teknik repeating, yaitu ketika Anda merasa pasangan berbicara tiba di momentum berhenti. Dengan contoh yang sama dengan sebelumnya, Anda bisa bertanya, “Sejak kapan Anda mulai merasa bingung seperti ini?”, atau “Pilihan apa saja yang sudah Anda jajaki untuk masalah ini?”. Jangan ajukan pertanyaan rumit seperti, “Menurutmu apa pesan rahasia Tuhan yang tersembunyi masalahmu di kantor ini?”. Hindari juga mengajukan pertanyaan yang merupakan ‘saran terselubung’ seperti “Bukanlah lebih baik kalau kamu ajak dia duduk bersama dan bicara saja dari hati ke hati?”. Tujuan dari bertanya disini adalah menjernihkan kesadaran pembicara, dan memberikan momentum agar komunikasinya tuntas, BUKAN untuk memberi saran/solusi.

Pengalaman saya secara langsung, baik sebagai terapis maupun dalam hubungan antar pribadi, ketrampilan MENDENGARKAN SAJA SEPENUH HATI adalah bentuk hadiah cinta paling luar biasa yang kita bisa berikan pada setiap orang yang kita cintai dalam hidup kita.

Siapkah Anda untuk mengalami sendiri sebuah cara tunggal paling sederhana untuk : (1) menciptakan keharmonisan, (2) mengatasi konflik, (3) menumbuhkan pengertian satu sama lain, dan (4) mendekatkan hati?

Selamat mendengarkan saja … sepenuh hati.

27 Responses to “4 Hadiah Cinta Sepenuh Hati (bagian 2)”

  1. Dewi Lestari says:

    It took me years (and probably my whole lifetime) to finally know and experience the power of listening. I think it is one of the most important arts in life and living.
    So, thank you for sharing this wonderful article, Swee. Thank you for Darma and his Zen Counseling, for Tapas and TAT, and Zyoah for Dyad and his Enlightenment Intensive. It’s amazing to see how the essence of these healing methods is just… listening. Attentively. Wholesomely. And voila… a Buddha then appears before our eyes.
    And so I bow to you, my partner in suffering 🙂 You have given me the best gift of love almost in a daily basis. Almost in every moment. I am so lucky.

    ~ D ~

  2. dade says:

    Mas Reza…aku akan coba self healing diatas……rasanya aku mulai perlu mendengarkan…lawan bicara qta…

  3. Prita says:

    Salam sejahtera, Mas Reza..

    terimakasih sharing artikelnya yang luar biasa. Saya mengikuti setiap kalimatnya dengan berkata dalam hati, “iya. bener..bener..bener..”

    Saya sedang mempelajarinya, mempraktikkannya, sebisa dan semampu saya, sesering mungkin. Manfaatnya memang sungguh terasa, baik yang terefleksi dari orang yang bicara maupun pada diri sendiri.

    Namun pertanyaannya, ketika suatu kali kita menerima penilaian, menerima kritik, bahkan mungkin penghakiman, dan kita merasa tidak nyaman dengan itu, KAPANkah waktu yang tepat bagi kita untuk memberi penjelasan (bila itu memang kita rasa PERLU -bukan INGIN)????

    Semoga saya bisa mengikuti sesi-sesi Mas Reza lebih banyak lagi. (Umm…pingin ikut sekte Rabu, tapi jauh euy…) hehehe.

    Kapan bikin acara bareng Nirmala lagi?
    ada titipan salam dari teman-teman di redaksi. ^_^

    Regards,
    Prita

  4. To my companion and bestfriend, sweedee..

    We are teachers to each other. Terimakasih atas kesempatan setiap momen untuk bertukar hadiah cinta. I truly love you.

    Reza

  5. Halo Prita,

    Terimakasih sudah mampir.

    Saya tidak tahu pasti apakah ada waktu yang PALING BAIK untuk memberi penjelasan. Namun barangkali kalau kita mempraktekkan MENDENGARKAN SAJA SEPENUH HATI hingga tuntas, di suatu titik nanti akan muncul momentum ‘henti’ di pasangan berbicara.

    Saat momentum henti tersebut, terkadang ada jendela komunikasi yang terbuka. Ini sulit dijelaskan dengan analisa, tapi kita hanya bisa mengenali jendela tersebut dengan ‘merasakan’. Saat jendela itu terbuka, dan bila hati masih merasa PERLU menjelaskan, silakan berikan penjelasan dengan jernih, lengkap dan tanpa penilaian kepada pihak lain.

    Salam buat teman-teman redaksi. Saya kangen bikin acara bareng Nirmala, moga-moga dalam waktu dekat ada kesempatan.

    Salam,
    Reza

  6. Tari says:

    Mas Reza, kalau saya ngerasa sdh sering mendengarkan org lain.mungkin juga krn saya jarang bicara banyak.tapi saya ngerasa dgn banyak mendengarkan membuat saya capek.menurut saya mendengarkan dan berbicara harus seimbang.kalau hanya salah satu (berbicara atau mendengarkan) saja yg lebih banyak juga tidak baik.

  7. JJ says:

    Saya selalu percaya, setiap orang mampu menjadi pendengar yang baik. Namun, alangkah indahnya jika selain membuka telinga dan hati untuk orang lain, kita juga membuka ‘telinga’ dan hati untuk ‘seruan’ yang datang dari dalam diri, yang kerap kali terabaikan. 🙂

  8. Tari,

    Memang takaran mendengar dan berbicara masing-masing ada gunanya, dan ada saatnya. Kalau Tari lihat di awal tulisan saya, sempat dijelaskan bahwa untuk merawat cinta di masa sulit, hadiah yang lebih penting adalah mendengarkan saja sepenuh hati. Ini membantu kita mengurangi tubrukan ego antar pasangan, serta mencairkan salah paham yang (umumnya dan hampir selalu) menjadi akar dari konflik.

    Tentunya di luar masa-masa sulit, dimana sedang tidak ada konflik, kita juga perlu mengekspresikan diri dengan berbicara. Dan ini akan memberikan keseimbangan dalam diri.

    Terakhir, bila terkadang muncul rasa capek karena terlalu banyak mendengarkan, DAN memang kita berada di tengah situasi konflik, maka pengimbangnya BUKANLAH berbicara. Dalam keadaan capek, biasanya kejernihan diri kita juga lebih keruh, sehingga berbicara seringkali bukan memberi rasa seimbang, malah terkadang memupuk konflik semakin runcing.

    Yang kita perlukan adalah menarik diri sejenak, tidak memaksakan selalu berinteraksi dengan pihak yang bertikai, dan bernapas, beristirahat ke dalam diri. Bila ‘batere’ jiwa sudah lebih pulih dan jernih, barulah kembali ke dalam situasi yang perlu dituntaskan dengan baik.

    Selamat berproses
    Reza

  9. nathalia dewwy says:

    Dear mas Reza,

    ‘mendengarkan sepenuh hati’buat sy ini adalah advised yg baik dlm hub dgn pasangan sy yg saat ini sedang ada sdkt problem dikntr,pertanyaan sy adlh,pd saat dia selesai mengutarakannya n berhenti n sy msh mendengarkan,apakah sy boleh memberikan advice yg akhirnya kami bs discuss berdua utk mencari solusi bersama? atau bgmn? sehrsnya sy bersikap? Terimakasih mas Reza. Gbu

  10. Halo Nathalia Dewwy,

    Sebaiknya Anda tidak memberikan advice, karena saran dari pihak lain hanya efektif 1%. Bila dia selesai mengutarakan, terkadang masih ada hal-hal yang muncul dalam benaknya, terus dengarkan, hingga dia menemukan kejernihannya sendiri.

    Di titik inilah, Anda bisa mengalami keajaiban sebagai pendengar. Tiba-tiba dia akan menemukan jawabannya sendiri, dan jawaban tersebut akan lebih tepat, dan lebih ampuh dibanding saran dan pendapat apapun yang tadinya ingin Anda sampaikan.

    Jangan percaya saya, cobalah hingga menjadi pengalaman langsung Anda.

    Selamat berlatih mendengarkan.
    Reza

  11. reny says:

    mas reza saya mau tanya,

    terkadang saya merasa ada semacam fokus cinta yang ‘berpindah’ dari masa ke masa.
    Ada satu masa saya sangat menyukai si A. Tapi setelah sekian lama, rasa itu perlahan semakin ‘hambar’. Ketika kehilangan rasa, tak lama kemudian, ada orang lain, sebut saja B, yang lalu saya mulai sukai, sayangi, dsb.
    Setelah itu masalahnya sama seperti ketika saya menyukai si A. Setelah sekian lama, rasa terhadap si B berkurang, lama-lama pudar, lalu tak berapa lama ada lagi si C yang selanjutnya saya sayangi. Pengalaman ini membuat saya agak resah, takut, bisa-bisa si C juga begitu, dan seterusnya.
    Sementara saya berharap saya bisa mencintai tanpa harus terpudar lama kelamaannya.
    Apakah ini cinta?
    Apakah ada yang salah dalam diri saya?
    Bagaimana solusinya?

    Terima kasih mas.

  12. Dear Reny,

    Setiap kebersamaan, pada waktunya akan berubah.

    Yang terpenting, bukanlah si A, si B, si C, atau si X.
    Yang paling penting, adalah pertumbuhan jiwa, dan jernihnya kesadaranmu sebagai pihak yang menjalani petualangan hidup.

    Dengan melonggarkan harapan untuk ‘keabadian’, dan merawat agar keresahan bertransformasi menjadi keikhlasan, maka Reny pun akan belajar untuk mencintai apa adanya, saat demi saat.

    Tidak ada yang salah dengan dirimu, dan diri siapapun. Kita semua hanya sedang belajar untuk hidup dengan semakin sadar, bijak dan jernih.

    Terimakasih sudah berbagi. Ingatlah untuk bernapas,
    Reza

  13. reny says:

    Halo mas Reza, makasih banget, advice dari mas kena banget.. mencerahkan.. sekali lagi, makasih ya mas..

  14. nadya says:

    hehehe … kok pas ya ^_^ selama ini saya juga ga biasa memberi solusi ketika ada yang curhat pada saya, karena memang berdasar pengalaman mereka tidak ingin solusi koq, cuma ingin didengar atau diperhatikan ^_^ sesekali mengangguk, “he’em”, “trus?”, n repeating sudah cukup. ketika jeda terlalu lama tapi keliatan masih ada yang mengganjal bisa ajukan pertanyaan empatik. persis deh ….

    sebelum membaca ini, seringkali saya bingung karena … saya ini kan ga pernah punya solusi tapi koq orang2 hobi sekali curhat ke saya? ternyata kemampuan mendengar ini mungkin ya hahahaha. mungkin ditambah sikap tanggap/merespon sesuai situasi. misal, ketika si pencurhat sampai nangis2, pendengar bisa memeluknya (kalau si pencurhat suka dipeluk). atau kalau pencurhat sampai marah-marah sendiri, pendengar bisa menyodorkan botol aqua yang kebetulan dibawa di tas … dsb ….

    sayang sekali semakin banyak orang yang terlalu “sibuk” atau “ga punya waktu” untuk kegiatan mendengarkan saja ini. coba mereka tahu manfaatnya ….

    pertanyaan saya, benarkan “mendengarkan saja” ini membuat pencurhat manja pada kita? bahkan, ketergantungan untuk selalu curhat? adakah batasan kita tidak boleh mendengar curhat orang? misal kalo saya pribadi, teman saya ada yang sudah menikah dan beribu maaf saya menolak mendengarkan curhatnya jika itu menyangkut urusan rumahtangganya, salahkah sikap ini? kadang bingung serba salah juga …. thx

  15. uci3 says:

    Hallo mas..

    Bagaimana jika pasangan kita tidak memberikan umpan balik yang sama, yaitu mendengarkan ketika kita ingin didengarkan. Apa yang harus saya lakukan?apakah ada keajaiban yang seperti mas katakan dalam artikel! Hal ini yang terkadang menimbulkan konflik saya dengan pasangan.

    Thx mas

  16. Dear Nadya,

    Memang tidak selalu “mendengarkan saja” itu produktif. Kalau kepada pasangan kita sendiri, barangkali kegiatan ini baik sesuai dengan manfaat yang saya jelaskan dalam artikel.

    Namun kalau kita mendengarkan ke orang selain pasangan, yang tidak tinggal bersama kita, memang perlu ada pembatasan, karena Anda pun sebagai manusia wajar untuk tidak selalu mengiyakan ketika diminta menjadi pendengar curhat.

    Dalam profesi yang saya jalani sebagai terapis, batasan itu jelas sekali karena saya hanya mendengarkan total, maksimum 2 jam di ruang terapi saya, yang mana hanya bisa dilakukan melalui perjanjian terlebih dahulu. Di luar itu, misalnya di acara keluarga, pergaulan sosial, bahkan pertemanan pribadi, saya punya batasan mental sekitar 5-10 menit.

    Artinya bila di luar kegiatan kerja dan di luar klinik ada yang bablas curhat selama lebih dari 5-10 menit, maka saya akan batasi dan menawarkan bila dia merasa saya bisa membantunya lebih jauh dan lebih lama lagi, maka saya akan meluangkan waktu khusus untuknya dengan cara membuat janji terapi terlebih dahulu. Ini membantu saya memisahkan yang mana pencurhat yang serius ingin mengatasi masalahnya, dan yang mana yang ‘manja’ dan ingin dapat perhatian cuma-cuma saja.

    Tentunya tidak semua orang berprofesi sebagai terapis dan punya ruang klinik, sehingga bagaimana cara saya membatasi ruang curhat tidak bisa diterapkan semua orang, tetapi idenya adalah kenali batasan Anda sendiri, belajar untuk mengatakan ‘tidak’ bila memang situasi untuk mendengarkan sedang tidak kondusif, dan melakukan sortir ‘niat curhat’ dengan cara mengajak pencurhat janjian dulu. Anda juga bisa sebelum mulai curhat, menyatakan berapa menit waktu yang Anda punya, sehingga si pencurhat pun sudah paham dari awal, berapa waktu dan perhatian yang akan Anda ‘hadiahkan’padanya.

    Ingat waktu dan perhatian Anda, juga perlu Anda hargai dan sadari pengggunaannya, sebelum orang lain bisa menghargai waktu dan perhatian Anda.

    Selamat mendengarkan,
    Reza

  17. Hai Uci3,

    Memang sulit terkadang bila pasangan tidak memberikan hadiah cinta yang kita berikan padanya. Namun cobalah sadari bahwa mengharapkan orang lain untuk berubah, adalah salah satu JALAN PINTAS menuju stres dan ketidakbahagiaan kita sendiri.

    Cobalah berlatih ke-4 Hadiah Cinta yang akan saya tulis lengkap, barangkali di hadiah no.3 dan no.4, Anda. akan menemukan jalan yang membantu Anda lebih menerima situasi dan konflik dengan pasangan. Ingat hubungan yang sehat perlu konflik. Saat konflik sudah berhenti sama sekali, itulah justru saatnya panik tentang kelanggengan hubungan.

    Dengan teratur melatih 4 kesadaran cinta, Anda pun akan bertumbuh untuk mampu memberi hadiah cinta, dengan semakin ‘sedikit’ harapan untuk diberikan timbal balik. Atau dengan kata lain, Anda akan semakin menghayati cinta tanpa syarat. Disinilah, Anda mulai bisa berbahagia tanpa terlalu tergantung perilaku pasangan Anda.

    Selamat berlatih cinta,
    Reza

  18. Romie says:

    Hi Mas Reza

    I listened to your discussion about ‘honesty’ in the radio on the way to work this morning. It was very good.

    I went to your site and found even more useful advices and inputs. I like them. I especially like the blog about ‘the art of listening.” Frankly, I need to just HUSH 🙂

    Keep talking and writing. I am going to be your ‘regular customer’ now.

    Cheers,
    Romie

  19. Lisa says:

    Dear Reza,

    Dulu saya memang merasa berkewajiban untuk memberikan saran bila ada seseorang yang curhat kepada saya, karena sayapun senang mendengarkan saran dan pendapat orang lain mengenai masalah yang saya hadapi bila saya curhat ke mereka, meskipun belum tentu saya turuti. Tapi suami saya selalu marah kalau saya beri saran, dia selalu menganggap saya against him, padahal sebetulnya saya merasa khawatir dengan tindakan dan kelakuannya (yang menurut saya memang menyebalkan), jadi saya buru-buru memberi saran, maksudnya supaya dia jangan berbuat seperti itu karena bisa dimusuhi teman2 di kantornya. Karena hampir selalu terjadi keributan kalau dia sedang curhat, akhirnya saya janji ke diri sendiri (ceritanya ngambek), bahwa mulai saat itu saya tidak akan berkata apa2, tidak akan memberi saran apapun, tidak akan peduli apa akibat perbuatannya ke dirinya sendiri. Jadi setiap kali dia curhat masalah di kantornya, saya diaaaaammm…. saja, harapan saya biar dia tahu rasa kalau saya cuek dan akhirnya curhatnya menjadi hambar. Eh, ternyata ngga tuh…., dia terus cerita dan cerita, dan tidak pernah sadar bahwa sebetulnya saya sedang ngambek. Waktu itu dalam hati saya ketawa sendiri:”Orang kok badak banget ya” (kata saya dalam hati). Lambat laun hal ini menjadi kebiasaan baru saya. Saya hanya mendengarkan, meng-angguk2 dan senyum2, kalau suami saya curhat. Dan lama-lama kekhawatiran saya terhadap tindakan2 suami saya hilang sendiri, ternyata dia bukan anak kecil yang harus saya jaga terus, sayapun menjadi lebih relax saat mendengarkan curhatan2nya. Dan belakangan saya baru tahu dari Anda, melalui radio Cosmo, bahwa memang seharusnya begitulah cara mendengarkan yang efektif. Sekarang kepada siapa saja yang curhat ke saya, saya sudah bisa mendengarkan dengan lebih santai dan tanpa interupsi, saya juga tidak lagi berusaha memindahkan beban mereka menjadi beban saya karena saya tidak perlu lagi bersusah-payah mencarikan solusi bagi mereka, kecuali mereka minta. Dan mereka tetap fun2 saja tuh terhadap saya. Tapi beberapa hari ini saya agak bingung bagaimana saya harus bertindak. Ceritanya begini, teman baik saya sedang menemani ayahnya berobat ke Singapura karena kanker. Teman saya ini sangat sedih, takut kehilangan ayahnya, jadi setiap saat dia selalu sms dari sana, berkeluh kesah kepada saya. Karena kita tidak bertatap muka, jadi saya bingung, bagaimana saya harus menjawab sms2nya? Bagaimana saya harus bereaksi terhadap keluh kesahnya? Memberi saran, nasehat, hiburan atau apa? Saya ingin dia tahu bahwa saya menemani dia dari jauh, bahwa saya support dia, tapi gimana ya caranya? Tolong ya Reza, beritahu saya. Thanks ya…

  20. yettiasnita says:

    Hai mas reza

    Bagaimana pendapat mas reza tentang buku mars & venus, yang mengatakan bahwa laki2 dan perempuan beda! apakah hadiah cinta ini bisa berlaku untuk kedua belah pihak ?

  21. Dear Lisa,

    Terimakasih banyak buat sharingnya, yang sangat menghibur dan membuat saya tersenyum lebaaar sekali 🙂

    Untuk curhat via sms, tip Pertama:
    Anda bisa balas dengan “saya mengerti”, “iya”, “terimakasih”, “oh begitu..”. Kalau percakapan terasa butuh dilakukan secara lisan, smskan “Apakah kamu merasa lebih kita bertemu/telponan untuk bicara langsung?”

    Tip Kedua, pupuk terus kesadaran bahwa kita tidak pernah berkewajiban untuk memindahkan atau memikul beban orang lain, karena di dalam asumsi itu, kita menganggap diri kita lebih kuat. Padahal dengan mendengarkan saja, kita akan mengamati orang tersebut, di tengah beban masalahnya, akan mampu menemukan kejernihan, kekuatan dan solusi mereka sendiri. Dan itulah satu-satunya “TUGAS” kita.

    Selamat berlatih!
    Reza

  22. Halo yettiasnita,

    Saya belum baca lengkap buku tersebut, ketimbang berpendapat tanpa paham seluruhnya sang penulis, saya lebih baik tidak mengomentari buku itu.

    Yang saya tahu tentang pria-wanita adalah, perbedaan antar gender tidak bersifat baku, statis dan kekal. Perbedaan tersebut adalah hasil pengkondisian kita sejak lahir hingga dewasa. Meskipun ada manfaatnya mengenal perbedaan antara pria dan wanita, namun kita perlu ingat bahwa perbedaan tersebut hanya benar berkat asumsi dan generalisasi. Pada akhirnya, kita tetap perlu melihat setiap kasus dan individu dengan mata yang segar, dan hati yang terbuka.

    Dengan pemahaman tersebut, 4 hadiah cinta bisa diberikan ke semua manusia, pria maupun wanita. Yang penting, bukanlah berteori dan berdiskusi, lupakan saja kata-kata saya, karena melatih kesadaran cinta setiap saat jauh lebih penting.

    Selamat berlatih hadiah cinta,
    Reza

  23. Oscar says:

    Saya sering curhat ke sahabat saya, tapi selalu yang terjadi bukan jadi lega malahan sebaliknya jadi berantem bahkan tdk jarang jadi seru! Penyebabnya sahabat saya tadi adalah orang yg tidak pernah mau sabar mendengarkan setiap orang orang bicara sampai tuntas, dia hoby mutus pembicaraan orang, bahkan sebelum tahu apa intinya dia sudah memotong dan komentar panjang lebar dengan gayanya yang sok paling pinter dan paling tahu, bahkan kalo dipotong kadang jd marah “sebentar saya belum selesai ngomong”. Akhirnya sering lawan bicara jadi ngomong “bukan itu maksud saya”, baru dia berhenti. Menurut saya kejadian seperti itu sungguh menghabiskan energi kedua belah pihak shg tidak positif, bahkan merugikan secara psikis karena berpotensi menimbulkan ketegangan syaraf dan permasalahan utama tidak terselesaikan bahkan menimbulkan permasalahan baru. Ketika saya melanjutkan bicara lagi, lagi2 dia memotong dengan komentar2 yang kadang2 malah menyalahkan saya karena penyebab terjadinya masalah bisa dari kekurangan2 saya, tidak ini tidak itu. Akhirnya yang terjadi berantem, diem2 an. Suatu hari saya tanya kepada dia, kenapa sering motong pembicaraan orang yang belum selesai sampai inti permasalahan, tapi dijawabnya ‘ lho, saya orangnya kan cepet tahu apa yang dimaksud, kenapa kamu kalo bicara panjang lebar kaya perempuan aja” Wah2, OK kemudian saya coba bicara singkat point2nya saja, tapi apa yang terjadi? Komentar jadi ngawur2 dan saya malah jadi capek meladeni dia menjelaskan kembali apa maksud omongan saya.
    Singkat kata memang ‘orang yang mau mendengar’ itu sangat dibutuhkan, meskipun sampai akhir pembicaraan dia hanya merespon dengan manggut2, kernyit wajah, senyum, atau ikut menggumam, tapi menyebabkan perasaan lega.
    Tapi mas Reza, ada orang bilang kalo seseorang diajak ngomong hanya mendengar saja n tidak merespon dg kata2 bisa dibilang orang itu ‘cuek’ tidak peduli kesusahan orang lain. Di sisi lain ada orang yang bila diajak omong tanpa memberikan komentar, dia takut dibilang bodoh, diam saja, tidak punya pengalaman, sehingga alasan inilah yang menjadikan orang2 tertentu jadi selalu ingin berebut komentar supaya dibilang pinter, so how about your oppinion? Thanks!!

  24. Dear Oscar,

    Pendapat saya tentang “ADA ORANG BILANG kalo seseorang diajak ngomong hanya mendengar saja n tidak merespon dg kata2 bisa dibilang orang itu ‘cuek’ tidak peduli kesusahan orang lain. Di sisi lain ada orang yang bila diajak omong tanpa memberikan komentar, dia takut dibilang bodoh, diam saja, tidak punya pengalaman, sehingga alasan inilah yang menjadikan orang2 tertentu jadi selalu ingin berebut komentar supaya dibilang pinter”?

    Sederhana saja, silakan praktekkan sendiri MENDENGARKAN SAJA SEPENUH HATI, berikut ke-empat tahap yang saya paparkan, lalu silakan tarik kesimpulan dari pengalaman langsung masing-masing.

    Kalau di pengalaman saya pribadi, masalah terbesar kita sering muncul akibat kita sering lebih terpengaruh dengan “ada orang bilang” – lebih bersifat generalisasi dan pembandingan ke luar diri, daripada “mengalami dan menyimpulkan sendiri” 🙂

    Reza

  25. hanny says:

    Dear mas Reza…..
    Artikelnya dahsyat banget…sampai aku mau ikutan fulfill.mas, aku punya calon suami, bukan pacar lho?kita kenal sangat singkat, krn berawal dari keyakinan kita bahwa kita memang di pertemukan oleh allah dan dgn kekuatan doa pula makanya kita berkomitmen untuk bisa menikah.baru kenal sekitar 4 bulan, dan planning menikah rencana april ini.tapi ternyata di dalam kebersamaan kita, seiring dengan sikap jujur masing2 yang mengharuskan aku untuk mengerti kondisi calon suami aku yang ternyata duda anak 3.Jelas sudah cerai, namun mantan istrinya belakangan suka menggangu hubungan kita.di awal hubungan kita, mantan istrinya fine, tapi setelah tau aku dan calon suamiku mau menikah, timbul masalah2 sampai akhirnya ternyata aku di beritau juga kalau mantan istrinya rela untuk poligami.boleh calon sumai aku menikah lagi tapi mantan istrinya jangan di lepaskan. kondisinya…seperti mas reza bilang, aku selalu mendengarkan bahkan berusaha selalu memahami kondisi calon suamiku itu.dari hasil mendengarkan aku itu, maunya calon suami aku, biarkan saja mantan istrinya beranggapan seperti itu, yang terpenting calon aku itu sebisa mungkin menjauhi hal2 untuk kemungkinan sama2 lagi.tujuan dia hanya untuk mengambil hak asuh anak2nya.karena memang gak mungkin sama2 lagi, seluruh keluarga calon aku itu udah sakit hati dgn mantan istrinya, sampai orangtuanya pun sudah sakit hati.sebagai wanita, sangatlah wajar ada rasa cemburu dgn sang mantan istri calon suamiku.di artikel cinta mas reza blang, kita tidak akan mampu untuk merubah sesorang yg kita cintai, yang benar adalah mendampinginya.gimana caranya untuk tidak menimbulkan perasaan negtive ke calon suamiku, krn memang calon aku itu hubungan dgn mantan istrinya hanya lewat telpon.kebetulan mantan istrinya itu di luar kota.hanya aku terkadang suka perasaan disaat mantan istrinya telpon dgn bermanja2.gmna seharusnya aku bersikap mas?hasil dari mendengarkan ternyta menyakitkan…dan gmna caranya setiap kesel aku datang aku bisa handle?untuk di ketahui saja, mereka bercerai karena wktu perusahan calonku collaps, hingga meninggalkan utang ber ratus2 milyar..istrinya meninggalkan dia.setelah smuanya selesai dan sekarang usaha calon aku udah mulai lancar lagi, mantannya mau berkomitmen seperti itu.calon ku sadar mantan istrinya hanya perlu materinya dia saja, sekarangpun begitu.dan setiap hal..mantan istrinya selalu mengancam soal anak2.sejauh mana, aku harus berproses mendengarkan sampai ketitik lapang dada yg aku alami sekarang

  26. Reza Gunawan says:

    Dear Hanny,
    Untuk masalahmu, kalau diminta menolong via artikel, silakan baca ulang Hadiah Cinta ke-3 dan ke-4, tentang Kejujuran Total dan Memberikan Ruang. Baca juga “Stres? Jangan Berusaha Positif!” untuk mengerti tentang bagaimana menghadapi rasa negatif.
    Kalau perlu lebih dalam lagi, saya sarankan membekali diri dengan ikut Pelatihan Self Healing, karena disana tekniknya kita praktekkan bersama, sehingga mungkin lebih dalam manfaatnya. Info tentang pelatihan tersebut bisa dilihat di http://www.truenaturehealing.net/selfhealing.php.
    Terimakasih, semoga bermanfaat, ingatlah selalu untuk bernapas
    Reza